Semoga Berita Berikut Ini Memberikan Pemahaman Dan Menambah Wawasan Luas Dalam Sejarah Khususnya Tanah Kelahiran Kami Pulau Makasar Kota Baubau Provinsi Sulawesi Tenggara.
Mendengar
kata Makasar, hal pertama kali yang terpintas dalam pikiran kita, adalah kota
metropolitan yang menjadi ibu kota di Provinsi Sulawesi Selatan, yakni Kota
Makassar.
Tetapi
ini bukan Kota Makassar yang sering disebut di Sulawesi Selatan itu. Melainkan
Makasar ini adalah, nama untuk sebuah nama pulau kecil yang terletak di
Kepulauan Buton, Kota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara.
Pulau
yang dinamakan Pulau Makasar ini memang mempunyai cerita keterkaitan
dengan Provinsi Sulsel. Masyarakat setempat mempercayai bahwa pulau ini adalah
bukti sejarah antara Kerajaan Gowa Sulsel dengan Kerajaan Buton Sultra.
Pulau
ini adalah sebuah pulau yang menjadi sejarah kekalahan seorang Raja Gowa,
Sultan Hasanuddin, dalam penyerangan Kerajaan Buton di bawah kendali Raja
Buton bernama La Awu, alias Sultan Malik Sirullah.
Diplomasi
itu, menurut cerita rakyat Buton adalah untuk melakukan penangkapan terhadap
Aru Palaka, putra Raja Bone yang menjadi buronan Kerajaan Gowa.
"Dalam
proses pemburuan itu, Kerajaan Gowa tidak dipimpin oleh Sultan Hasanuddin
melainkan anak buah Sultan Hasanuddin bernama Karaeng Bonto Marannu, Kajau
Lalibong, Karaeng Kasala, Daeng Mandangi, dan Daeng Mandongi," kata Ketua
Adat Pulau Makasar bernama Armudin.
Dalam
sejarahnya, kata Armudin, proses penyerangan tersebut terjadi, karena Sultan
Hasanuddin kecewa atas pernyataan Raja Buton bernama Malik Sirullah. Malik
mengatakan, kalau orang yang dicari bernama Aru Palaka tidak berada di tanah
Buton.
Pernyataan
tersebut sampai ke telinga Sultan Hasanuddin dengan mendapatkan informasi
dari anggotanya. Aru Palaka yang dicari benar adanya berada di tanah Buton dan
sedang melakukan persembunyian dalam goa.
Dari
situlah Raja Gowa ke 16 tersebut langsung memerintahkan anggotanya untuk
melakukan penyerangan di tanah Buton dan berharap menemukan Aru Palaka.
"Tetapi,
dalam proses penyerangan itu mereka (Sultan Hasanuddin) di bawah kendali lima
petinggi lainnya kalah dari Kerajaan Buton," ceritanya.
Ketua
adat peraih gelar sarjana pendidikan ini menuturkan, proses penyerangan
tersebut terjadi pada tahun 1666. Sedikitnya ada puluhan ribu prajurit Sultan
Hasanuddin hadir dan melakukan penyerangan. Sayang, ekspektasi tak sesuai realita.
Hasanuddin kalah dan tidak menemukan Aru Palaka.
Karena
kekalahan tersebut, di Buton pun terjadi penawanan prajurit Gowa. Hingga pada
abad ke-17 para tawanan tersebut dibebaskan. Sebagian dari tawanan itu, kata
Armudin, pulang ke Sulawesi Selatan dan sebagian pula ada yang memilih tinggal
di sebuah pulang yang kini dikenal Pulau Makasar.
Kini,
pulau ini dihuni oleh puluhan ribu kepala keluarga. Namun, tidak lagi menjadi
suku Makassar sebagaimana leluhurnya dahulu. Suku di pulau ini sudah menjadi
Suku Wolio, suku asli masyarakat Buton. Masyarakat setempat, kini sudah hidup
modern dengan berbagai latar belakang pekerjaan.
"Ada
yang jadi nelayan, bertani, dan bekerja di pemerintahan Kota Baubau,"
katanya.
Kehidupan
pulau ini begitu makmur. Hal ini nampak dari kondisi rumah-rumah warga yang
sudah dalam keadaan permanen, atau rumah batu. Ditambah lagi, banyak masyarakat
setempat sudah memiliki kendaraan baik roda dua dan roda empat.
Sebelumnya,
menuju pulau ini masih menggunakan akses kapal, tetapi sekarang tinggal
menunggu 30 menit menunggangi motor, kita sudah bisa sampai di Pulau Makasar.
(asp)